Himpunan Mahasiswa Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam (KPI) Sekolah Tinggi Agama Islam Persatuan Islam Bandung

27 Mei 2009

Enam Jurus Menulis Artikel

oleh: Kang Romel

Kunci sukses menulis itu niat, motivasi, lalu latihan. Niat itulah yang memunculkan mood menulis. Wadah latihan menulis antara lain blog. Buat blog, lalu tulis apa saja yang penting sekiranya bermanfaat bagi orang lain. Ingat, nulis di blog jangan sama bener sama nulis di buku harian. ‘Cause, blog tu kan dibaca orang. Jadi, tulislah apa pun dengan kesadaran tulisan Anda dikonsumsi publik. Di blog, kita berkomunikasi tulisan dengan publik. Komunikasi massa juga, namun sifatnya personal.
Ringkasan teknis menulis atau cara cepat menulis itu sebagai berikut.


1. Temukan ide, tema, lalu buatlah judul sementara.
2. Kembangkan ide/tema dengan baca referensi sebanyak mungkin. Mandeg saat menulis? Pati kurang referensi atau bahan ‘kan?
3. Buat outline, garis besar tulisan, lalu simpan.
4. Lupan sejenak outline, tulis saja apa yang mau disampaikan dalam tulisan itu. Tulis saja apa yang ada di hati/pikiran soal tema tersebut. Bebas, abaikan dulu data akurat dan ejaan, nulis saja lah. Just write! Free writing! Do it as rapidly as you can!
5. Tulis ulang. A good writer is also good rewriter. Rapikan konten/isi tulisan dan sesuaikan dengan outline.
6. Edit, rapikan redaksional tulisan –ejaan, kalimat, tanda baca. Pastikan tiap penulisan kata sudah benar, penulisannya juga udah esuai dengan EYD, bermakna, dan tiap kalimat logis. Wis, gitu deh…
Masih bingung? Coba latih kemampuan menulis Anda dengan menjawab secara tertulis pertanyaan di bawah ini;
1. Mau nulis apa, sebutkan tema!
2. Soal apanya? Sempitkan tu tema!
3. Kenapa milih tema itu? Emangnya aktual? Penting? Tulis alasannya.
4. Truz…. Apa yang mau dikemukakan? Pendapat Anda tentang hal itu bagaimana? (Mau ngutip pendapat orang? Boleh… sebutkan sumbernya!).
5. Udah kan….? Gampang kok! Peserta kedua diklat menulis yang saya ceritakan di atas udah membuktikannya, nulis itu gampang kok, asal niat! Benar kan pak. bu, akang, teteh?
Struktur artikel di media massa: judul, nama penulis, intro/pembuka, bridge/penghubung antara intro dan bahasan, lalu bahasan (biasanya per subjudul, 2-3 tiga subjudul, biar fokus, and finally penutup/kesimpulan. Info lengkapnya baca lagi deh : “Faidah dan Kaifiyah Menulis”. Cari aja di search engine, ada kok.
Tulisan untuk media massa, jangan gunakan gaya menulis blog kayak saya nulis ini, tapi gunakan bahasa tulisan, bahasa Indonesia yang baik dan benar sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku bersadarkan Pancasila dan UUD ’45 (?). Wasalam. (www.romeltea.com).*

Cara Mudah Menulis Berita

Oleh: Kang Romel (http://romeltea.wordpress.com/2008/12/27/cara-mudah-menulis-berita-dan-artikel/)

TAHUN baru hijriyah, 1 Muharam 1430 H/29 Desember 2008, akan saya “rayakan” di Kampus STAI Persis (Sekolah Tinggi Agama Islam Persatuan Islam) Bandung dengan mengisi acara pelatihan jurnalistik, digelar HMJ Komunikasi Penyiaran Islam (KPI), Ahad (28/12).

Saya selalu antusias menjadi pemateri di acara pelatihan seperti itu, apalagi pesertanya adalah kader-kader dakwah. Selama ini, saya lihat, manajamen dakwah kurang memperhatikan alat, metode, atau kaifiyah; hanya menekankan isi atau penguasaan materi. Padahal, penguasaan materi dakwah (risalah Islam) harus ditunjang oleh teknik penyampaiannya.


TAHUN baru hijriyah, 1 Muharam 1430 H/29 Desember 2008, akan saya “rayakan” di Kampus STAI Persis (Sekolah Tinggi Agama Islam Persatuan Islam) Bandung dengan mengisi acara pelatihan jurnalistik, digelar HMJ Komunikasi Penyiaran Islam (KPI), Ahad (28/12).

Saya selalu antusias menjadi pemateri di acara pelatihan seperti itu, apalagi pesertanya adalah kader-kader dakwah. Selama ini, saya lihat, manajamen dakwah kurang memperhatikan alat, metode, atau kaifiyah; hanya menekankan isi atau penguasaan materi. Padahal, penguasaan materi dakwah (risalah Islam) harus ditunjang oleh teknik penyampaiannya.

Dalam komunikasi, menurut para ahli, bukan semata-mata soal apa yang disampaikan, tapi juga bagaimana cara menyampaikannya; bukan hanya soal apa yang dibicarakan (what), tapi juga bagaimana cara membicarakannya (how). Sekadar contoh, banyak khotib kurang memperhatikan how dalam khotbahnya, misalnya terlalu lama dan panjang lebar, gak fokus, sehingga what-nya pun tidak dimengerti jamaah Jumat. Pesan dakwah pun lenyap begitu saja, mungkin ditelan kantuk dan “kesal” jamaah.

Tidak sedikit orang pinter merasa bingung, bagaimana harus menyampaikan aa yang diketahuinya kepada orang lain. Banyak ahli ilmu, tidak bisa menyebarkan ilmunya, hanya karena tidak bisa menulis atau berbicara di depan umum.

Eh… jadi ngelantur. Di STAIPI itu saya dipercaya panitia untuk menyampaikan materi penulisan berita koran dan artikel. Panitia minta ada simulasi. Ya, pasti atuh, namanya pelatihan kudu aya praktiknya.

Di sini saya akan sharing ringkasan materi yang akan saya sampaikan dalam pelatihan tersebut, versi ringkasan atau versi “cara cepat menulis berita dan artikel”.

Menulis Berita

Berita adalah laporan peristiwa terbaru. Peristiwa lama bukan lagi berita, paling-paling jadi berita basi. Peristiwa yang dilaporkan itulah berita. Berita harus selalu mengandung hal baru. Sebagaimana akar kata berita (news), yakni “new” (baru).

Laporan itu berisi 5W+1H, enam unsur yang wajib ada dalam sebuah berita, yakni apa yang terjadi (what, apa), apa penyebabnya atau kenapa terjadi (why, kenapa), kapan kejadiannya (when), di mana (where), siapa yang terlibat dalam kejadian itu atau siapa aktornya (who), dan bagaimana kejadiannya (how).

Jadi, sebelum dituliskan, kumpukan dulu data-data tersebut (penuhi unsur 5W+1H), cek dan ricek, tabayun, yakinkah semuanya benar dan akurat. Setelah itu, mulailah menulis berita.

Fakta dan data yang sudah dihimpun dituliskan berdasarkan rumus 5W+1H dengan menggunakan Bahasa Jurnalistik –spesifik= hemat kata, kalimatnya pendek-pendek, baku, dan sederhana; dan komunikatif = jelas, langsung ke pokok masalah (straight to the point), mudah dipahami orang awam.

Komposisi naskah berita terdiri atas Head (Judul), Date Line (Baris Tanggal), yaitu nama tempat berangsungnya peristiwa atau tempat berita dibuat, plus nama media Anda, Lead (Teras) atau paragraf pertama yang berisi bagian paling penting atau hal yang paling menarik, dan Body (Isi) berupa uraian penjelasan dari yang sudah tertuang di Lead.

Berita diawali oleh judul. Judul berita harus ringkas, menggambarkan isi, tapi berupa kalimat lengkap. Minimal terdiri dari subjek dan predikat, mubtada dan khobar. Contoh, STAIPI Gelar Pelatihan Jurnalistik. STAIPI = Subjek. Gelar = Predikat. Pelatihan Jurnalistik = Objek. Salah kalau judulnya begini: Pelatihan Jurnalistik STAIPI. Itu baru subjek saja; cuma mubtada, khobarnya belum ada. Mestinya, Pelatihan Jurnalistik STAIPI Meriah (atau ‘Garing’? Seru? Heboh? Rusuh?). Baiknya yang tadi itu, STAIPI Gelar Pelatihan Jurnalistik.

Judul panjang belum tentu benar. Misal, Seminar Pendidikan Nasional di UPI. Itu belum lengkap; baru subjek. Kenapa dengan Seminar Pendidikan Nasional di UPI? Heboh? Sepi? Rusuh?

Setelah itu, menulis lead atau teras berita, yakni paragraf atau alinea pertama. Rumus termudah dalam menulis kata atau kalimat awal, ikuti salah satu formula ini:

1. Who does what, siapa melalukan apa;

2. Who says what, Siapa mengatakan apa; atau

3. What does what, apa melakukan apa.

Setelah itu, teruskan dengan menuliskan unsur di mana (where), kapan (when), mengapa (why), dan bagaimana (how). Tuangkan semuanya, secara ringkas, dalam teras berita. Isi berita, body, merupakan penjelasan atau perincian dari teras berita.

Contoh: Who Does What

PAN DIY Usung Amien Rais Capres 2009

Partai Amanat Nasional (PAN) DI Yogyakarta mencalonkan mantan Ketua Umum DPP PAN Amien Rais sebagai calon presiden pada Pemilu Presiden 2009. Hal itu ditegaskan pada acara Orientasi Pemenangan Pemilu dan Deklarasi Amien Rais sebagai Capres PAN 2009, Sabtu (27/12), di Yogyakarta.

Ketua DPW PAN DIY Immawan Wahyudi mengatakan, pencapresan Amien Rais tidak hanya didukung DPW DIY dan DPD PAN se-DIY, tetapi juga aspirasi keluarga besar PAN DIY, seperti Barisan Muda Penegak Amanat Nasional. Alangkah naifnya kalau yang punya bapak reformasi justru tidak mengangkat beliau sebagai capres,” ujar Immawan.

Atas pencalonanya itu, Amien Rais menyatakan bersedia, tetapi meminta pendukungnya di PAN realistis melihat situasi politik nasional. “Saya terima dukungan itu. Cuma Anda harus tahu bahwa jalannya memang masih panjang. Bisakah kita mengumpulkan 20 persen kursi di DPR, dan 25 persen suara dari jumlah pemilih, kira-kira kok kita belum nyampai,” ungkap Amien Rais, yang kini menjabat Ketua Majelis Pertimbangan Partai PAN. (www.kompas.co.id).*

26 April 2009

KARTINI TANPA IBU

Wanita perkasa itulah sebutan bagi para wanita di Negeri ini yang bekerja dan membanting tulang layaknya lelaki, bahkan tidak jarang pekerjaan yang dikerjakanya melebihi dari kapasitasnya sebagai kaum hawa yang lemah lembut. Sebutlah Srikandi. Entah ini suatu keberhasilan atas mimpi dan cita Kartini, hingga kaum Srikandi ini tidak hanya ada sebagai mantan Presiden, Walikota, Kepala Polisi, dan caleg. Tapi ia juga ada di tempat-tempat yang sangat tidak terduga. Mereka bekerja sebagai supir truk raksasa, menjadi tukang tambal ban, menjadi tukang becak, menjadi tukang ojek dan masih banyak deretan pekerjaan yang lainnya yang memiris keringat dan air mata.

Negeri ini mencoba menjunjung tinggi cita dan mimpi kartini menjadi srikandi. Sang wanita yang gagah dan berani. Hingga di setiap pelosok Negeri ini sorak dan teriakan emansipasi wanita dan kesetaraan gender ramai di bicarakan.

Tuntutan perjuangkan kemerdekaan sebagai kaum hawa yang selalu dinomorduakan dan dipicingkan mata, dengan pangkat dan label yang membuat gerah dan panas di telinga dan hati mereka. Gelar makhluk penggoda, hingga gelar itu tersemat di tubuhnya “Racun Dunia”.

Wanita yang selalu digarda belakang. Sebagai tiang penyokong. Karena dibalik kesuksesan pria dibelakangnya ada seorang wanita. Sekarang mereka ingin maju ke depan. Menghantam tembok perbedaan. Tidak mau hanya sebagai tiang negara tapi juga ingin menjadi tombak negara.

Terlepas dari boleh dan tidak, tapi mari kita mengevaluasi kembali di hari wanita ini. Apa betul yang telah diraih dan dikerjakan wanita Indonesia sekarang ini telah sesuai dengan cita dan mimpi Kartini. Seperti Menjadi supir truk, menjadi tukang becak, menjadi tukang tambal ban. Inikah kesataraan yang diidamkan seorang wanita.

Sekarang bila saja Ibu Kartini masih hidup. menangis atau tertawakah ia?

Isu ini menjadi bias. Apa yang mereka idamkan “hak atau kesataraan”. Berawal dari keinginan mencoba melepas belenggu tradisi yang merugikan wanita. Yang selalu menjadi objek eksploitasi keindahan rayu gombal sang buaya, hingga karier yang terbatas yaitu Dapur.

Menelaah kembali mimpi dan cita kartini yang menjadi inspirasi dan semangat para wanita. Apa salahnya? Karena penulis yakin ketika kartini menjadi istri yang keempat dari sang Bupati. Pasti para Srikandi kita langsung mengerutkan dahi akan keengganannya.

Mari kita menjernihkan kembali kebiasan keinginan para Srikandi ibu pertiwi ini. Dan menyimpan dulu apa itu emansipasi dan kestaraan yang mereka usung.

Wanita adalah tiang kehidupan dan tiang negara. Jelas apa jadinya bila semua maju kemedan perang. Pasti Akan ada kekosongan wilayah. Kokoh di hadapan rapuh di belakang.

Kita pernah mendengar kisah perang Uhud ketika para pemanah menjadi tiang kekuatan. Kemenangan. Maka kemenangan sirna begitu saja ketika mereka (Pemanah) meninggalkan tempatnya.

Para Srikandi mau tidak mau harus menerima, bahwa gelar “Ibu” itu tersemat telah menjadi kodratnya bagi seluruh wanita. Tapi sayang mereka bersikeras dengan berdalih mimpi kartini dan berhujah emansipasi seolah-olah melegalkan dirinya tuk merubah kodratnya.

Dan terbukti kini banyak Istri yang tidak mau menjadi seorang Ibu. Hingga anak bingung yang mana Ibunya, karena banyak anak kini telah menjadi anak pembantunya. Sekarang para balita Negeri ini tidak pernah lagi merasakan ASI (air susu ibu)-nya sendiri. mereka ganti dengan air susu binatang (sapi) .

Maka tak aneh jiwa keprimanusian kini perlahan hilang mungkin karena status anak-anak sekarang telah berubah menjadi anak-anak sapi atau binatang. Mungkin itu hanya guyonan sambil lalu. Yang jelas kriminalitas yang terus bertambah di bumi ini itu karena telah kosongnya posisi ibu, sebagai para pendidik. Tangisan anak karena telinganya dijewer Ibunya. Karena mengajarkan tatakrama kehidupan. Kini telah hilang tertelan bumi seiring fungsi ibu tidak berlaku lagi.

Padahal dongeng dan kisah fungsi ibu yang mendidik anak-anaknya dan kehebatannya. Bertebaran dimana-mana. Ingatkah akan dongeng Bagaimana seorang Ibu sanggup merubah anaknya, menjadi apapun. Sekalipun merubahnya menjadi batu . Dan pernahkah kita mendengar kisah kehebatan seorang ibu yang dapat menghentikan kejahatan sang penjahat besar yaitu Kariyolan.

Maka pantasnyalah para Srikandi Negri ini untuk memikirkan dan kembali pulang ke gardanya masing-masing. Yaitu melahirkan tokoh-tokoh hebat. Yaitu Bukhori yang cerdas, Edison yang jenius, hingga lahir kembali Ahmad Hasan baru, Moh Natsir yunior dan melahirkan para Panglima dan Pemimpin Negri yang tangguh.

Pesanku untuk para Srikandi. Silahkan untuk menimbang kembali. Akan mimpi dan cita-cita Kartini. Karena tidak pantaslah menjadikan dalih bagi seorang wanita Indonesia, untuk enggan menjadi seorang Ibu. Bahwa Kartini tidak pernah menjadi seorang Ibu. Tapi bukankah itu karena Allah SWT telah terlebih dahulu memulangkan kepangkuaNya. Sebelum ia sempat menimang anaknya yang pertama. Tapi wahai para Srikandi. Patutlah kalian ketahui, bahwa Kartini justru rela mengorbankan nyawanya hanya untuk meraih satu gelar yaitu Ibu.

Bandung, 21 April 2009

Rana setiana