Himpunan Mahasiswa Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam (KPI) Sekolah Tinggi Agama Islam Persatuan Islam Bandung

25 Juli 2007

HAND PHONE AJAIB


“Tolonglah, Bang!” kata sang laki-laki setengah baya yang duduk di sebelahku memelas “Saya butuh uang untuk ongkos !”

Kupandangi lekat-lekat hand phone berwarna biru tua itu. Penampilannya memang tidak meragukan. Meskipun Chargernya tak ada, Key Padnya masih mulus. LCD nya pun masih bersinar dengan terang..

Aku terenyuh juga. Tak apalah merogoh seratus ribu perak untuk sebuah hand phone. Lagipula, Adikku pasti senang kalau Aku membawanya sebagai oleh-oleh. Dua menit kemudian, transaksi berlangsung di tepat di bawah gerbang tol Cileunyi. Laki-laki itu mengucapkan terimakasih padaku dan turun di Padalarang.

Tiga jam kemudian Aku tiba di Sukabumi.

“Wah,” seru adikku bersemangat “Makasih bang Arman!”

Aku tersenyum bahagia melihat senyum berkembang di wajah adikku.

Hari liburku yang ke dua di Sukabumi berhias keluhan Adikku

“Bang!” Keluh adikku “kok baterainya nggak penuh-penuh ya?”

Kemarin malam Aku membelikannya charger. Adikku senang sekali. Hand phone itu telah tergantung sejak semalam di chargernya. Namun, penunjuk baterainya masih saja terus melaju hingga siang ini. Mana sering tidak masuk. Ujung chergernya harus ditekan keras-keras supaya listriknya masuk.

Aku kasihan juga padanya.

“Ntar deh Abang beliin baterainya”

Adikku pun tersenyum senang.

Sorenya Aku menjinjing plastik hitam. Isinya pastilah sebuah baterai HP. Sejak saat itu, baterai baru menghuni hand phone adikku.. chargernya memang masih saja harus ditekan keras-keras supaya listrik mengalir masuk.

Setelah beberapa hari, Hand phonenya mulai terisi dengan banyak nomor. Dan, masalah lain pun dimulai. Sinyal hand phone itu ternyata tidak begitu kuat. Kadang pembicaraan terputus ditengah tengah. Mengirim SMS pun susahnya setengah mati.

Awalnya kupikir sim cardnya yang bermasalah. Aku pun memberi Adikku sim card baru dari operator yang lain. Tapi hasilnya tetap sama. Kemudian Aku membelikannya antena baru. Kupikir meungkin komponen itu yang jadi masalah. Hasilnya? Saat aku coba menelepon dari hand phone adikku ke HP ku senddiri yang ada di sakuku terdengar jawaban

maaf, nomor yang anda hubungi sedang tidak aktif, atau berada di luar jangakuan area, silakan coba beberapa saat lagi,… the number you are calling is…”

Aku tak tahan lagi. Tawaku meledak. Tapi, demi melihat wajah adikku yang berlipat-lipat karena kecewa, Aku berjanji akan membelikannya HP baru bulan depan. Wajahnya pun mulus kembali.

Sebulan kemudian, Aku mengganti Hand phone itu dengan HP baru yang kubeli dari counter resmi di Bandung dan mengirimnya lewat pos wesel. Namanya hand phone baru, kupikir pasti tak ada masalah. Adikku kini tak lagi merajuk. Tak pada ku, pun pada Ibu. Aku sudah kapok membeli barang di jalanan. Apalagi di Bis dari orang yang baru saja kukenal. Hand phone itu kemudian kuminta kembali dari adikku. Aku berjanji takkan menjualnya. Akan kujadikan souvenir yang mengingatkanku pada satu hal: harga menentukan kualitas.

……

Suatu sore, iseng iseng Aku membaca surat kabar ditemani secangkir teh panas. Di kolom Surat pembaca Aku menemukan tulisan berjudul “Hand Phone”. Disana tertulis:

Satu bulan yang lalu, tepatnya tanggal 21 Maret saya menaiki angkot jurusan Majalaya-Cileunyi. Saat itu rencananya saya akan berkunjung ke rumah kakak di Perum Kencana, Rancaekek. Angkot yang saya naiki sangat penuh. Ada tiga orang siswa SMU yang sedang berdiskusi tentang guru mereka yang killer, ada lima orang ibu yang tak henti-hentinya mengeluhkan harga beras, seorang kakek yang terkantuk-kantuk di pojok, serta seorang bapak yang merokok di samping saya.

Tiba di Perum saya turun dan membayar ongkos. Setelah beberapa meter dari angkot, baru saya sadari, hand phone saya telah raib dari saku baju saya. Kakak saya sudah mencoba untuk menghubungi dari HP nya. Tiga percobaan pertama masih terdengar nada sambung, tapi setelah itu, tak menyambung lagi.

Surat ini saya tulis bukan untuk meminta yang mengambil atau menemukannya mengembalikannya pada saya. Saya telahmerelakan kepergian hand phone saya denganikhlas. Saya menulis surat ini untuk memberitahukan beberapa hal mengenai hand phone tersebut.

Pertama.baterainya telah rusak. Untuk menchargernya hingga penuh butuh waktu semalaman. Hasil dari pengisian baterai tersebut hanya cukup untuk dipakai selama dua hari. Itu pun kalau tak ada telepon yang masuk. Bila ada, Hand phone tersebut paling kuat bertahan satu hari.

Yang kedua sinyalnya sangat lemah. Pembicaraan sering terputus ditengah perjalanan Saya telah mencoba berbagai jenis sim card. Namun,hasilnya nihil.

Yang ketiga mengenai SMS. Sama seperti menelepon, SMS pun sulit terkirim. Tapi saya mempunyai trik agar SMS dapat terkirim dengan mudah. Cobalah genggam antenenya kuat-kuat saat mengirin pesan. Insya Allah pengiriman dapat berjalan dengan lancar.

Demikianlah surat ini saya sampaikan. Mudah-mudahan orang yang menemukan atau mengambil hand phone saya dapat diberi ketabahan dan kesabaran dalam menghadapi (bekas) hand phone saya tersebut.

Aku terpana membacanya. Jangan-jangan….

Segera kupasangkan sim card ku ke HP ajaib ku. Aku coba mengirim SMS dan mengepalkan tanganku di antennanya. Ajaib! SMS langsung terkirim. Aku tergelak.

Ring tone yang berdering menghentikan tawaku. Dari Ibu. Aku mengangkatnya dan mengucakan salam

Wa’alaikum salaam. Man! hand phone Adikmu ngadat lagi.. Tadi Ibu sudah coba pergi ke counter, ternyata hand phone itu palsu. Casing dan segala acsessorisnya memang baru, tapi mesinnya …tut tut tuuut”

Sampai di sana pembicaraan terhenti (Maklum Sim cardku masih menghuni Hand phone ajaib). Aku cuma bisa melongo, ya Rabbi….


Ciganitri, 25 Maret 2007

1 komentar:

  1. jangan-jangan yang embat hp saya juga bernasib demikian soalnya hp utut diembat juga hahahahahahahahaha ceritana mbagus caiyo cakato caidup camati lurahi

    BalasHapus

Ooy Barudax!! Kirim Kritik and Sarannya!!! demi kemajuan KPI!!!